MEKONG33 | IDPRO - Advokat Rahmat Santoso mengaku pernah ditawari imbalan senilai Rp10 miliar oleh Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto dalam pengurusan perkara antara PT MIT melawan PT Kawasan Berikat Nusantara (KBN) terkait gugatan perjanjian sewa-menyewa depo kontainer milik PT KBN seluas 57.330 meter persegi dan 26.800 meter persegi.
Hal itu Rahmat sampaikan kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) saat memberikan kesaksian dalam agenda persidangan terkait kasus dugaan suap terkait pengaturan perkara di sejumlah pengadilan dengan terdakwa eks Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi Abdurrachman dan menantunya Rezky Herbiyono.
Dalam kasus ini, Hiendra kini juga sudah ditetapkan sebagai tersangka karena berperan sebagai penyuap Nurhadi dan Rezky.
"Saya diminta jadi penasihat hukum untuk lakukan PK. Kira-kira Rp 10 miliar, itu lima miliar dulu setelah sukses 5 miliar lagi," kata Rahmat saat memberikan kesaksian di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (18/11).
Adik kandung dari istri Nurhadi, Tin Zuraida, itu pun menjelaskan awalnya Hiendra mendatangi kantornya Rahmat And Partner di Surabaya. Hiendra menjelaskan permasalahan perkara itu.
Saat ditanya jaksa perihal mengapa Rahmat yang dipercayakan Hiendra, ia pun mengaku rekomendasi itu datang lantaran kakak ipar Rahmat memiliki kedekatan dengan kakak Hiendra, Hengky Soenjoto.
Kemudian, kata Rahmat terjadi kesepakatan. Rahmat langsung diberikan cek untuk nantinya dapat dicairkan. Selain itu, Rahmat mengaku bahwa dalam pendaftaran PK untuk perkara milik Hiendra dilakukan oleh tim hukum Rahmat di Jakarta, sebab saat itu dirinya masih berkantor di Surabaya.
Namun, ternyata Hiendra tidak melanjutkan kerjasama dengan dirinya dikarenakan suatu hal.
"Jadi ketika sudah mendaftar, kita udah jalankan semua, saya mau mencairkan cek Rp5 Miliar. Saya telpon ke pak Hiendra, pak ini cek mau saya jalankan. Bapak Hiendra lalu mengatakan 'Pak kalau bisa cek jangan dijalankan dulu, karena saya sudah dibantu pengacara Jakarta'," kata Rahmat.
MEKONG33 | IDPRO - Rahmat bilang, ia tidak mengetahui siapa pengganti dirinya dalam menuntaskan kasus perkara itu. Sampai suatu hari, ia mengetahui bahwa yang menggantikan posisinya adalah menantu Nurhadi, Rezky Herbiyono. Kemudian dalam perkara kasus ini, ia menyebut masih tetap dibayar oleh Hiendra kira-kira sekitar Rp300 juta.
"Jadi saya dicabut secara lisan, perkara mau kalah jungkir balik saya tidak ada kaitan lagi, hanya saja nama saya melekat," imbuhnya.
Dalam perkara ini, Nurhadi dan Rezky didakwa menerima suap sebesar Rp 45,7 miliar dari Dirut PT MIT, Hiendra. Uang suap diterima Nurhadi itu untuk membantu perusahaan Hiendra melawan PT KBN.
Selain suap, Nurhadi juga didakwa menerima uang gratifikasi mencapai Rp 37.287.000.000. Uang gratifikasi itu diterima Nurhadi melalui menantunya Rezky dari sejumlah pihak.
Sedangkan Hiendra sudah ditetapkan sebagai tersangka dan ditangkap di sebuah apartemen di kawasan BSD, Kota Tangerang Selatan pada Kamis (19/10) lalu. Sebelumnya, Hiendra kerap mangkir saat dipanggil KPK.
Hingga belakangan, lembaga antirasuah menetapkan bos PT MIT itu Nurhadi dan Rezky sebagai buron pada 13 Februari 2020. KPK kemudian baru berhasil menangkap Nurhadi dan Rezky di Jakarta Selatan pada 2 Juni.
Atas perbuatannya, Hiendra disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b subsidair Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana.
MEKONG33 | IDPRO - Sedangkan Nurhadi dan Rezky Nurhadi dan Rezky, keduanya didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. Dan Pasal 12 B UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
0 Comments